7/21/2016

4/5 stars -- A MAN CALLED OVE

Genre : Fiction and Literature
Author : Fredrik Backman

Butuh waktu lebih lama untuk menyelesaikan buku ini. Karena awalnya, gw sangka buku ini bakalan selucu The Hundred-Year-Old Man Who Climbed Out of the Window and Disappeared, tapi gw salah. Lalu, mendapati bahwa buku ini intinya adalah kisah cinta, gw agak kecewa, karena gw kira akan mendapatkan kisah cinta biasa. Lagi-lagi gw salah.

Ove ini agak mirip karakternya sama Opa Carl Fredricksen di film Up. Penggerutu, pencinta keteraturan, pembenci kemajuan dan mencintai satu perempuan sepanjang hidupnya. Begitu kehilangan sang belahan jiwa, mereka berhenti hidup. Begitulah Ove. Saat kehilangan sang istri, Sonja, karena kanker, Ove merasa tidak ada gunanya dia hidup, apalagi dia sudah menginjak lima puluh sembilan tahun. Jadi, yg ingin dia lakukan hanya menyusul sang istri. Namun, ternyata bunuh diri untuk Ove nggak semudah itu. Semenjak kedatangan Parvaneh, tetangga barunya yg sedang hamil beserta keluarganya, kehidupan Ove mulai berubah sedikit demi sedikit.

Buku ini bisa dibilang memiliki potensi membosankan dan akhir yg lumayan bisa diprediksi bahwa bakalan happy ending. But, in the end, the warm-hearted parts were hard to resist!!! Gw bahkan nangis terharu menjelang akhir. Terasa sekali keakraban para tokohnya dan kasih sayang mereka terhadap Ove, dari perasaan awal yg mungkin sebal, kasihan atau apapun itu. Dan Ove sendiri juga kelewat serius dan logis dalam semua hal, sehingga orang-orang yg tidak mengenalnya hanya akan melihatnya sebagai pribadi yg kaku dan nggak peka. Beruntungnya orang-orang seperti Ove dianugerahi perempuan seperti Sonja. Yg lebih dinamis, yg menghidupkan hatinya dan pada akhirnya secara nggak sadar akan menciptakan kehangatan dalam jiwa si pria.

Dalam kehidupan setiap orang, mungkin bakal nemu tipe macam Ove ini atau bahkan ditakdirkan untuk terlibat langsung dengan mereka. Dan mungkin, banyak di antara orang-orang, termasuk gw, yg nggak paham dengan tipe macam ini. Thx to this book, I slightly understand u, γŠηˆΆγ•γ‚“....

7/18/2016

4/5 stars -- THE YEAR OF THE RAT

Genre : Family, Young Adult
Author : Claire Furniss

Buku yang ditulis dengan sangat indah. Awalnya, kisahnya sangat-sangat menyedihan, namun pas masuk bab-bab akhir mau gak mau meleleh juga. It's so warm-hearted. Pas baca di awal, gw asli pingin banget ngeplak si tokoh utama kita, Pearl, si gadis 16 tahun yang baru saja kehilangan ibu-nya karena sang Ibu memaksakan diri melahirkan bayi di usianya yang tiga puluh delapan tahun. Pearl yang sangat shock jadi membenci semuanya: dunia (well, for teenager, world is a mess place need to be blamed for everything, is it?), ayah(tiri)-nya (yg dianggap oleh Pearl sebagai tersangka pemaksa ibunya untuk melahirkan si bayi karena pingin punya anak sendiri. Pearl ini anak bawaan sang Ibu), si bayi (obviously) dan...ibu-nya, karena meninggalkan dia begitu cepat. Buku ini bercerita tentang Pearl dan bagaimana dia mengatasi kehilangannya, terutama bagaimana dia berusaha untuk menerima adiknya.

Namun, poin penting buku ini sampe layak diganjar empat bintang (at least buat gw) adalah peran ayah di sini. Jarang sekali gw menemui buku-buku dari genre YA, terutama, yang bawa-bawa peran ayah. Well, kalo ayah tukang abuse, pemabuk dan segudang sifat negatif lainnya mah banyak. Tapi yang kayak buku ini sama sekali enggak. I think every man has his own way to love his daughter.  THE RAT sendiri bukan mengacu pada tahun dalam penanggalan China, tapi lebih ke julukan Pearl kepada adiknya, karena sang adik lahir prematur, sehingga harus masuk inkubator. Menurut Pearl, kondisi fisik sang adik seperti seekor bayi tikus yang baru lahir. Buku ini lebih kurang tentang drama keluarga dan sedikiiiiiiiiit sentuhan roman. Recommended 
buat pecinta genre remaja.

3/5 stars -- KEI : Kutemukan Cinta Di Tengah Perang

Genre: Literature and Fiction
Author : Erni Aladjai

Gw lebih suka tentang kearifan lokal yg diangkat dalam buku ini. Tentang upacara Tutup Sasi Laut: Tutup Sasi Taripang, tentang rasa kebersamaan orang-orang Kei yg lebih dieratkan oleh adat daripada agama hingga Upacara Perdamaian di Tual. Salut dengan Erni Aladjai tentang risetnya seputar kerusuhan Maluku (atau mungkin lebih dikenal dengan kerusuhan Ambon) hingga kehidupan pengungsi pasca kerusuhan. Kisah cinta Namira-Sala juga nggak menyebalkan (buat gw siiih). Banyak tokoh-tokoh sampingan yg menarik, macam Pak Ahmad, Esme Labutubun, Rohana, Mery, Samrina, Emiliana dan keluarga Kumala-Nana. Mereka hanya muncul sebentar, namun kesan gw tentang para tokoh tersebut malah terpatri kuat.

Gw hanya menyayangkan pendeskripsian tokohnya yg minim. Si A kayak Bucek Depp, si B berambut layaknya James Franco, si C yg mirip Steven Spielberg dan beberapa nama selebriti yg menggambarkan tokoh yg ada di sini. Namun di luar semua itu, penggambaran suasananya lumayan jadi pengalihan hal-hal tersebut.
Rusuh di Kei tak ada hubungannya dengan Islam atau Kristen. Tuhan dan agama tak pernah mengkhianati pemeluknya. Manusialah yang mengkhianati Tuhan dan agamanya. [hal.68]

Susah untuk tidak sepaham :)

10/5 stars -- THE CHILD THIEF - Sang Pencuri Anak


Genre : Fantasy, Retelling
Author : Brom

Retelling Peter Pan terbagus yg pernah gw baca. Ceritanya sangat gelap, berdarah-darah, penuh pembantaian, kemarahan, kemurkaan, putus asa, semua nafsu negatif yg mungkin bisa ditemukan dalam Kotak Pandora tergambar dengan apik dalam buku ini. Selain itu, settingnya bukan di Neverland, melainkan Avalon (iya...Avalon-nya King Arthur yg itu).

Peter yg ada di sini, bukanlah Peter yg kita kenal di versi Disney, yg lovable, tengil dan haus petualangan. Peter yg kita temui di sini, adalah bocah yg masa kecilnya dipenuhi kesedihan akibat tertolak dimana-mana, bahkan oleh keluarganya sendiri, Peter yg dibuang, dibenci dan dipukuli bahkan ketika masih berumur 6 tahun. Hingga akhirnya dia bertemu dengan Lady Modron, sang penjaga Avallach, Peter menjadi bocah yg terobsesi untuk melindungi Avalon yg dicintai Lady-nya. Peter di bab-bab awal sepertinya memiliki karakter yg berbeda dengan Peter saat bab-bab akhir, maksudnya di awal kayaknya dia digambarkan sebagai bocah yg gemar bermain-main dan berpetualang, sama seperti Peter versi J.M. Barrie. Namun, di akhir, kita akan menemui Peter yg lebih "dark" dan "gloomy", terlepas dari motif di balik berbagai tindakannya.

Di satu sisi, gw melihat bahwa Nick malah yg lebih mendekati karakter yg mudah dicintai pembaca. Nasibnya baik di Manhattan hingga terbawa ke Avalon sulit sekali ditebak. Hampir kayak hero dalam manga, tokoh yg awalnya cuma kroco, ternyata menyimpan potensi yg besar, meskipun nggak terlalu menonjol. Malahan, mungkin pola pikirnya yg sangat masuk akal dari tokoh-tokoh bocah yg lain. (view spoiler) Mungkin juga karena Brom sendiri juga komikus, jadi munculny hero macam ini adalah formula wajib.

Tokoh lain yg mengundang simpatik, tentu saja Kapten Samuel Carver. Bisa dibilang, dia adalah musuh yg paling istimewa (sampe dibikin POV sendiri) dan paling waras dibandingkan Pemakan Daging yg lain, bahkan dari elf gendeng yg terobsesi sama babe-nya. Apalagi kalo liat illustrasi yg digambar Brom, sang Kapten yg nggak serem (bandingkan aja sama Si Pendeta).

Awalnya, gw kira buku ini buat anak-anak. Dan gw kira retelling-nya Grim yg dibikin oleh Adam Gidwitz udah yg paling dark. Ternyata buku ini jauh lebih gelap. Adegan potong memotong baik leher,kaki, tangan maupun anggota badan yg lain, sukses bikin perut mules. Belum lagi beberapa sexual scenes yg jauh dari konteks romantis (baca: sexual abuses macam percobaan perkosaan hingga perempuan digiring telanjang). Lalu pembantaian terhadap makhluk-makhluk baik yg magis maupun manusia biasa (bisa bayangkan yg semacam Tinkerbell diinjak pake sepatu kayak puntung rokok? Lalu sisa daging dan darahnya diusapin gitu aja ke batu atau rumput?). Yg semacam itu bertebaran dari awal sampe akhir. Jadi, gw pribadi sih...gak bakalan ngerekomendasiin ke anak di bawah 18 tahun.

Intinya, gw suka banget sama buku ini. Punya sudah lebih dari setahun yg lalu, ngidamnya sejak terbit (tapi harganya itu lhoooo...untungnya Gramed bikin fair dimana buku seharga IDR 150k ini hanya jadi IDR40k), dan gw ternyata disuguhi buku yg apik ciamik. Karakter jahatnya bisa bikin pembaca beneran pingin nggithes itu tokoh. Dan twistnya sungguh super (ya..karena gw sama sekali nggak bisa nebak haha, tau deh yg lain). Penjelasan Brom di akhir untuk menampilkan kisah ini berdasarkan cerita asli J.M Barrie (dimana mungkin sebagian besar dari kita nggak menyadari "dark"-nya kisah Peter Pan yg asli) menambah sensasi tersendiri. Plus illustrasi-illustrasi yg emejing parah. Entah karena authornya adalah komikus, jadi adegan demi adegan di buku ini kebayang lho kayak baca graphic novel. Oom Brom....aku pada-(karya)mu.


N.B: bukan spoiler sih. Tapi gak ada romance antara Peter dengan siapapun. Wendy ada, namanya ganti jadi Wendlyn (nongol sebentar, sekitar 8-an halaman). Dan si Sekeu...hmmm, Tiger Lily bukan sih?