Category: | Books |
Genre: | History |
Author: | Catherine van Moppes |
Buku ini gw dapatkan dari sekenan Teh Icho (ibuseno.multiply.com) karena gw ngincer di Gramed dari kapan hari. Dan ternyata, feeling gw tentang buku ini gak meleset. Buku ini KEREN!!
*****
Buku ini berkisah tentang Emilie Capdeville, seorang wanita Perancis yang pindah ke Batavia karena mengikuti suaminya, Lucien Bernieres. Lucien ditugaskan di Batavia sebagai salah satu pejabat tinggi di Hindia Belanda yang saat itu sedang bergolak karena pemberontakan oleh gerakan-gerakan penentang penjajahan.
Emilie, yang dididik tentang kebebasan oleh sang Ayah, menemukan berbagai pencerahan dirinya saat tiba di Batavia. Melalui pertemanannya dengan para pejuang Tiong Hoa di tanah air, perkenalan serta affairnya dengan Anendo, seniman pribumi dan hubungannya dengan para istri pejabat Hindia Belanda di Batavia, Emilie mencari jati dirinya.
*****
Jujur, gw bingung mereview buku ini, karena inti ceritanya adalah pencarian jati diri Emilie. Namun, cara penjabaran Catherine Van Moppes tentang pencarian tersebut sangatlah kompleks. Tokohnya banyak!! Namun, kesadaran humanisme Emilie terbangun dari hubungan-hubungannya dengan para "tokoh-yang-cuma-nongol-sebentar" itu.
Di sebuah paragraf sempat disinggung tentang R.A Kartini dan pemikirannya yang saat itu mendobrak pakem. Sempat, dituliskan bahwa Emilie hendak mengadakan surat menyurat dengan beliau, namun pengarang tampaknya lupa, karena kisah ini berkembang dengan kompleks. Penuturan tentang R.A Kartini sendiri juga dituturkan oleh wartawan Belanda (kalo gak salah, gw lupa) kepada Emilie secara sekilas lalu dan wartawan ini sempat menuturkan soal poligami yang dilakukan oleh suami R.A Kartini (dan gw langsung keinget lafatah.multiply.com).
Di sisi lain, gw baru tau juga, bahwa pada masa peralihan, mafia Cina banyak berkuasa di Batavia. Mereka adalah pengendali perekonomian Batavia masa itu, terutama dengan candunya. Kemudian, bagaimana politik dunia dikendalikan dengan perdagangan rempah-rempah. Terkait dengan isu kenaikan BBM, mungkin di masa lalu, jika Hindia Belanda mampu mengelola sendiri kekayaan alamnya, kita bisa menguasai pasar dunia dengan rempah-rempah kita *ngarepdotcom, kalah sama orang-orang serakah*
Banyak yang membandingkan buku ini dengan tetralogi pulau Buru karya Pramoedya Ananta Toer, dan secara tak langsung membandingkan Emilie dengan Minke (tokoh dalam karya Pram). Dalam esai di akhir buku, yang berupa Epilog, ditulis oleh Jean Couteau dan Warih Wisatsana, dituliskan :
- Emilie dan Minke, dari latar belakang dan sudut pandang yang berbeda, sama-sama merumuskan apa yang dipandang sebagai masa depan antar bangsa.
- Mereka sama-sama memiliki guru yang membantu dalam perkembangan pola berpikirnya.
- Keduanya juga hidup di masa yang tak jauh berbeda, dimana situasi politik saat itu sedang kisruh-kisruhnya dan dicekam prasangka rasial-kultural.
- Mereka sama-sama bertemu dengan para aktivis pergerakan Tionghoa dan rekan-rekan Eropa yang berpikir progresif-liberal, dimana dari situ mereka akan menyadari problematik kemanusiaan di tengah pertarungan kepentingan dan ideologi masa peralihan abad itu.
Cuma, karena karya Pram jauh lebih panjang, sosok Minke dapat dijelaskan dengan gamblang dan lugas. Sedangkan, Emilie di sini, dengan konflik yang sedemikian kompleks, hanya diceritakan dalam satu buku. Jadinya, ada beberapa bab yang nampak begitu lambat, kemudian di bab yang lain, segalanya berlalu sangat cepat.
Namun, tutur bahasa, penggambaran keadaan dan penggambaran Emilie dalam menjalani hari-harinya (meski keliatan Emilie ini adalah perempuan yang sangat halus dan sensitif) tidak terasa menye-menye. Bagi teman-teman yang suka dengan tipikal buku sejarah fiksi yang berdasarkan kisah nyata, buku ini sangat recommended.
****
Catherine Van Moppes, sang author, adalah seorang jurnalis sekaligus istri duta besar Perancis, pernah tinggal di Indonesia sekitar tahun 70-80an. Risetnya menurut gw luar biasa untuk buku ini. Gw sendiri kadang merasa bahwa Catherine adalah Emilie.
Btw, entah napa, Lucien di bayangan gw malah kayak Andres (Ariel Lopez Padilla) di telenopela Hati Yang Berduri (Corazon Salvaje) :D
*****
Buku ini berkisah tentang Emilie Capdeville, seorang wanita Perancis yang pindah ke Batavia karena mengikuti suaminya, Lucien Bernieres. Lucien ditugaskan di Batavia sebagai salah satu pejabat tinggi di Hindia Belanda yang saat itu sedang bergolak karena pemberontakan oleh gerakan-gerakan penentang penjajahan.
Emilie, yang dididik tentang kebebasan oleh sang Ayah, menemukan berbagai pencerahan dirinya saat tiba di Batavia. Melalui pertemanannya dengan para pejuang Tiong Hoa di tanah air, perkenalan serta affairnya dengan Anendo, seniman pribumi dan hubungannya dengan para istri pejabat Hindia Belanda di Batavia, Emilie mencari jati dirinya.
*****
Jujur, gw bingung mereview buku ini, karena inti ceritanya adalah pencarian jati diri Emilie. Namun, cara penjabaran Catherine Van Moppes tentang pencarian tersebut sangatlah kompleks. Tokohnya banyak!! Namun, kesadaran humanisme Emilie terbangun dari hubungan-hubungannya dengan para "tokoh-yang-cuma-nongol-sebentar" itu.
Di sebuah paragraf sempat disinggung tentang R.A Kartini dan pemikirannya yang saat itu mendobrak pakem. Sempat, dituliskan bahwa Emilie hendak mengadakan surat menyurat dengan beliau, namun pengarang tampaknya lupa, karena kisah ini berkembang dengan kompleks. Penuturan tentang R.A Kartini sendiri juga dituturkan oleh wartawan Belanda (kalo gak salah, gw lupa) kepada Emilie secara sekilas lalu dan wartawan ini sempat menuturkan soal poligami yang dilakukan oleh suami R.A Kartini (dan gw langsung keinget lafatah.multiply.com).
Di sisi lain, gw baru tau juga, bahwa pada masa peralihan, mafia Cina banyak berkuasa di Batavia. Mereka adalah pengendali perekonomian Batavia masa itu, terutama dengan candunya. Kemudian, bagaimana politik dunia dikendalikan dengan perdagangan rempah-rempah. Terkait dengan isu kenaikan BBM, mungkin di masa lalu, jika Hindia Belanda mampu mengelola sendiri kekayaan alamnya, kita bisa menguasai pasar dunia dengan rempah-rempah kita *ngarepdotcom, kalah sama orang-orang serakah*
Banyak yang membandingkan buku ini dengan tetralogi pulau Buru karya Pramoedya Ananta Toer, dan secara tak langsung membandingkan Emilie dengan Minke (tokoh dalam karya Pram). Dalam esai di akhir buku, yang berupa Epilog, ditulis oleh Jean Couteau dan Warih Wisatsana, dituliskan :
- Emilie dan Minke, dari latar belakang dan sudut pandang yang berbeda, sama-sama merumuskan apa yang dipandang sebagai masa depan antar bangsa.
- Mereka sama-sama memiliki guru yang membantu dalam perkembangan pola berpikirnya.
- Keduanya juga hidup di masa yang tak jauh berbeda, dimana situasi politik saat itu sedang kisruh-kisruhnya dan dicekam prasangka rasial-kultural.
- Mereka sama-sama bertemu dengan para aktivis pergerakan Tionghoa dan rekan-rekan Eropa yang berpikir progresif-liberal, dimana dari situ mereka akan menyadari problematik kemanusiaan di tengah pertarungan kepentingan dan ideologi masa peralihan abad itu.
Cuma, karena karya Pram jauh lebih panjang, sosok Minke dapat dijelaskan dengan gamblang dan lugas. Sedangkan, Emilie di sini, dengan konflik yang sedemikian kompleks, hanya diceritakan dalam satu buku. Jadinya, ada beberapa bab yang nampak begitu lambat, kemudian di bab yang lain, segalanya berlalu sangat cepat.
Namun, tutur bahasa, penggambaran keadaan dan penggambaran Emilie dalam menjalani hari-harinya (meski keliatan Emilie ini adalah perempuan yang sangat halus dan sensitif) tidak terasa menye-menye. Bagi teman-teman yang suka dengan tipikal buku sejarah fiksi yang berdasarkan kisah nyata, buku ini sangat recommended.
****
Catherine Van Moppes, sang author, adalah seorang jurnalis sekaligus istri duta besar Perancis, pernah tinggal di Indonesia sekitar tahun 70-80an. Risetnya menurut gw luar biasa untuk buku ini. Gw sendiri kadang merasa bahwa Catherine adalah Emilie.
Btw, entah napa, Lucien di bayangan gw malah kayak Andres (Ariel Lopez Padilla) di telenopela Hati Yang Berduri (Corazon Salvaje) :D
edwinlives4ever wrote on Mar 28
Tetep NgeMPi dan Jangan Selingkuh??? Are you having an early marriage crisis???
#superOOT# |
hensamfamily wrote on Mar 28
Kagum ama daya bayang Dani. Mau OOT dikit...kalo tokoh Minke dipilmkan kira-kira dalam bayanganmu yang cocok meranin siapa ya, Dan ? Enggg...trus...ada berapa simetri lipat dari belah ketupat ya?
|
hensamfamily said
DWI YAN!!!!! hahahhahaha habis kumisan!! *alesan gak jelas*
tergantung, pake telor apa enggak ketupatnya... *nah, yang ini garing meski gak pake kerupuk* |
hensamfamily wrote on Mar 29
darnia said
tergantung, pake telor apa enggak ketupatnya... *nah, yang ini garing meski gak pake kerupuk*
ketuaan kaleeee.....
|
ibuseno said
aku malah bayanginnya om om pake baju safari putih.. macam pemaen Indo yg botak itu siapa deh namanya hihi
hahahahha habisnya Lucien dalam bayanganku masih muda, Teh
aku bayangin Emilie-nya kalo gak Rianti Catwright ya Julie Estelle (gak punya bayangan muka Perancis, kebayang Indo-nya) :D Kalo Anendo, entah napa yang kepikir Oka Antara :D |
ayanapunya wrote on Mar 29
corazon-corazon-nya itu kayaknya pernah dengar. tapi udah lupa ceritanya kyk apa
|
darnia said
Trus Monica ketemu sama Juan (yang gondrong), ternyata dia kapten bajak laut dan lagi buron. Bisa ditebak, mereka saling kepincut. Ndilalah, Aimee kok ya ndak suka kakaknya hepi, ikutan naksir Juan dan pengen ngerebut. Malah ditolak sama Juan, jadinya Aimee malah naksir beneran. Ya gitu deh :D Telenopela banget toh?
jadi pengennonton telenovela-nya #lho
|
rengganiez wrote on Mar 29
darnia said
kalo buku ini....hmmmm...ada bab-bab yang sangat erotis XD kayak di breaking dawn hihihihihi
oh yaaaaaa??
*langsung tertarik* wkwkwkwkwkw..... |
rengganiez wrote on Mar 29
darnia said
*ngakak* *beneran* edit : ini tulisan di sinopsis belakangnya ""Buku ini bukan sekedar kisah erotis, melainkan tuturan tentang awal lahirnya gagasan kebangsaan dan sekaligus rekahnya kesadaran lintas-bangsa."
pinjemmm..langsung mau menuju ke halaman2 yang erotis saja...:-p
|
wayanlessy wrote on Mar 29
emm..jadi..masih ada gak di toko buku di Jakarta? udah ga ada ya? *belum sempat baca komen2 yg ada, maap kl ternyata udah kejawab*
|
wayanlessy said
masih ada kayaknya, Mbak Les...
nanti kalo ada aku kabari yah... :> |