Category: | Books |
Genre: | Biographies & Memoirs |
Author: | Salman El-Bahry |
Gw pada dasarnya suka sekali membaca biografi, apalagi yang dituturkan dengan gaya penceritaan fiksi *apa sih istilahnya?*. Semisal Laskar Pelangi karya Andrea Hirata atau kisah Kenangan karya NH. Dini yang berbuku-buku itu. Dalam buku Putra Salju yang memuat biografi sang pengarang-pun seperti itu.
Salman El-Bahry, terlahir dari dengan nama asli Baharudin (nama dari ayah, panggilan dari ayah: RUDI) dan Muhammad Jusuf (nama dari Ibu, panggilan dari Ibu : SUFU). Lahir di sebuah perkampungan nelayan yang sederhana di Parit Tiga, Sebantan Besar, Sungai Guntung. Beliau tinggal bersama kedua orang tua, dua kakak perempuan dan seorang adik laki-laki, menghabiskan hari dengan membantu orang tua menjual kelapa, jagung, ketela dan sayur-sayuran menggunakan jongkong, selain bersekolah.
Gelar Putra Salju disematkan oleh kepala Desa Muchtar, karena andil penulis saat desanya terendam banjir bandang. Penulis berhasil menyelamatkan arsip desa, yang isinya kebanyakan adalah catatan hutang warganya di kantor desa. Penulis dianggap berjasa karena memikirkan kepentingan desa, daripada sekedar menyelamatkan ayam piaraan. Kenapa julukannya Putra Salju? Karena kepala desa terinspirasi dari dongeng Putri Salju :
"Kalau dalam dongeng Putri Salju, sang Pangeran berhasil menyelamatkan sang Putri dari ancaman tirani."
Buku ini banyak berkisah tentang masa kecil penulis di Desa Parit Tiga. Saat pasca banjir dan ternyata penulis mampu mebuat ikan gabus asin yang laku dijual di Guntung, kemudian membantu Ibu berjualan sayur dengan menggunakan jongkong door to door. Kemudian ada perjalanan penulis dan teman-teman, karena terpengaruh Wiro Sableng, hingga masuk ke dalam hutan mencari ajian sakti mandraguna. Hingga akhirnya mendapatkan "mantra" dari mantan penyamun bernama Daeng Paraaga.
Saat beranjak dewasa, penulis akhirnya memutuskan untuk mondok di Wali Sanga Ngabar, Ponorogo. Dan tekun menyantri hingga dikisahkan di bab terakhir, penulis mampu membuka usaha toko buku sendiri. Bumbu romantika juga sedikit dikisahkan oleh penulis. Namun, karena ini adalah novel motivasi, unsur romansa-nya tidak terlalu ditonjolkan (endingnya aja menggantung) :D
Hal lain yang menarik dari novel ini adalah kesetiaan sang Ibu akan bahasa daerahnya. Seperti yang dituturkan sang penulis, sang Ibu adalah wanita Bugis tulen. Bahkan saat bercakap dengan keluarganya, beliau tetap menggunakan bahasa Bugis. Saat putra putrinya ngotot agar sang Ibu menggunakan bahasa Nasional, sang Ibu membalas (dengan bahasa Indonesia) :
"Saya ingin melestarikan budaya bangsa supaya tidak punah! Hari ini, orang yang mampu berbahasa Bugis tak sampai dari 10 juta orang. Padahal, di seluruh dunia diperkirakan orang Bugis mencapai 30 juta jiwa!" {hal. 225}
Mendadak gw pengen deh tetep nge-Jawa meski ngemeng sama siapa aja T^T *jiwa follower*
Buku ini memang gw peroleh di obralan *udah gak heran ya?* tapi sejatinya, isinya bagus *meski tidak se-memotivasi bayangan gw*. Cara penulis menggambarkan masa kecilnya di Parit Tiga sungguh layak disimak. Negeri ini indah...sangat indah. Meski banyak yang hidup pas-pasan bahkan cenderung di bawah garis kemiskinan, namun jika memiliki semangat untuk terus bekerja keras dan paham apa arti cita-cita, kata putus asa itu sendiri dengan sendirinya pantang terucap.
Kepada Bapak dan Ibu penulis, semoga mereka membaca buah pena putra yang dibanggakan ini. Dan untuk penulis, semoga do'a dan harapan di halaman terakhir tercapai. Semoga restu segera didapat :)
Aamiin....
Salman El-Bahry, terlahir dari dengan nama asli Baharudin (nama dari ayah, panggilan dari ayah: RUDI) dan Muhammad Jusuf (nama dari Ibu, panggilan dari Ibu : SUFU). Lahir di sebuah perkampungan nelayan yang sederhana di Parit Tiga, Sebantan Besar, Sungai Guntung. Beliau tinggal bersama kedua orang tua, dua kakak perempuan dan seorang adik laki-laki, menghabiskan hari dengan membantu orang tua menjual kelapa, jagung, ketela dan sayur-sayuran menggunakan jongkong, selain bersekolah.
Gelar Putra Salju disematkan oleh kepala Desa Muchtar, karena andil penulis saat desanya terendam banjir bandang. Penulis berhasil menyelamatkan arsip desa, yang isinya kebanyakan adalah catatan hutang warganya di kantor desa. Penulis dianggap berjasa karena memikirkan kepentingan desa, daripada sekedar menyelamatkan ayam piaraan. Kenapa julukannya Putra Salju? Karena kepala desa terinspirasi dari dongeng Putri Salju :
"Kalau dalam dongeng Putri Salju, sang Pangeran berhasil menyelamatkan sang Putri dari ancaman tirani."
Buku ini banyak berkisah tentang masa kecil penulis di Desa Parit Tiga. Saat pasca banjir dan ternyata penulis mampu mebuat ikan gabus asin yang laku dijual di Guntung, kemudian membantu Ibu berjualan sayur dengan menggunakan jongkong door to door. Kemudian ada perjalanan penulis dan teman-teman, karena terpengaruh Wiro Sableng, hingga masuk ke dalam hutan mencari ajian sakti mandraguna. Hingga akhirnya mendapatkan "mantra" dari mantan penyamun bernama Daeng Paraaga.
Saat beranjak dewasa, penulis akhirnya memutuskan untuk mondok di Wali Sanga Ngabar, Ponorogo. Dan tekun menyantri hingga dikisahkan di bab terakhir, penulis mampu membuka usaha toko buku sendiri. Bumbu romantika juga sedikit dikisahkan oleh penulis. Namun, karena ini adalah novel motivasi, unsur romansa-nya tidak terlalu ditonjolkan (endingnya aja menggantung) :D
Hal lain yang menarik dari novel ini adalah kesetiaan sang Ibu akan bahasa daerahnya. Seperti yang dituturkan sang penulis, sang Ibu adalah wanita Bugis tulen. Bahkan saat bercakap dengan keluarganya, beliau tetap menggunakan bahasa Bugis. Saat putra putrinya ngotot agar sang Ibu menggunakan bahasa Nasional, sang Ibu membalas (dengan bahasa Indonesia) :
"Saya ingin melestarikan budaya bangsa supaya tidak punah! Hari ini, orang yang mampu berbahasa Bugis tak sampai dari 10 juta orang. Padahal, di seluruh dunia diperkirakan orang Bugis mencapai 30 juta jiwa!" {hal. 225}
Mendadak gw pengen deh tetep nge-Jawa meski ngemeng sama siapa aja T^T *jiwa follower*
Buku ini memang gw peroleh di obralan *udah gak heran ya?* tapi sejatinya, isinya bagus *meski tidak se-memotivasi bayangan gw*. Cara penulis menggambarkan masa kecilnya di Parit Tiga sungguh layak disimak. Negeri ini indah...sangat indah. Meski banyak yang hidup pas-pasan bahkan cenderung di bawah garis kemiskinan, namun jika memiliki semangat untuk terus bekerja keras dan paham apa arti cita-cita, kata putus asa itu sendiri dengan sendirinya pantang terucap.
Kepada Bapak dan Ibu penulis, semoga mereka membaca buah pena putra yang dibanggakan ini. Dan untuk penulis, semoga do'a dan harapan di halaman terakhir tercapai. Semoga restu segera didapat :)
Aamiin....
mozaikpublishouse wrote on Jun 5
kok bisa berurutan, kemarin tentang snow white eh sekarang putra salju :D
|
boemisayekti wrote on Jun 5
Maturnuwun, nambah referensi klo kapan2 ketemu di obralan,hehe,ngarep *pecinta buku obral juga
|
boemisayekti said
sami-sami, Mbaak :)
semoga nemu bukunya yaa.... buku lumayan baru kok ini :D |
anchaanwar wrote on Jun 5
Eh ada bugis2nya ya!
Gw jago bahasa bugis *ya iyalah* Tapi ada loh teman gw ga bisa ngomong bugis meski ngerti kalo dengar org berbahasa bugis :D |
anchaanwar said
Gw jago bahasa bugis *ya iyalah* Tapi ada loh teman gw ga bisa ngomong bugis meski ngerti kalo dengar org berbahasa bugis :D
Anchaaaaaaaaaaaaaaaa..ini buku kayaknya emang buat elu deh.
Soalnya ada settingan di Bone juga :D *pas baca sampe bab itu, gw langsung inget elu hahahhah* Kalo tertarik baca ini, nanti kalo ketemuan gw bawain deh... Bahasa Bugisnya banyak kok (dan Alhamdulillah...ada artinya di footnote-nya) jadinya gw yang sedikit-sedikit ngerti lah (meski gak tau pronounce-nya gimana) :D Contoh : - Aaja' mupassai aleemu. Mapolo ammengngi lekke'nu - Sabarra'ko la na'. Nacoobako puang Allaa Taala. Engka toositu maatu' siddi wettu newaale;ko deeceng :D |
depingacygacy wrote on Jun 5
"Gw pada dasarnya suka sekali membaca biografi, apalagi yang dituturkan dengan gaya penceritaan fiksi"
aku pada dasarnya cuma suka buku fiksi dan ketrampilan, jadi, adakah yang berminat mengarang buku ketrampilan dg gaya penulisan fiksi? |
tintin1868 wrote on Jun 5
depingacygacy said
aku pada dasarnya cuma suka buku fiksi dan ketrampilan, jadi, adakah yang berminat mengarang buku ketrampilan dg gaya penulisan fiksi?
coba mahdep yang mulai bikin..
|
tintin1868 wrote on Jun 5
buku biografi difiksiin bukannya memoar ya namanya? kaya memoar of geisha?
|
inkandpaper wrote on Jun 5
darnia said
*kayaknya tambah salah ini*
Sptnya memang skrg ada pergeseran arti aja.
di Amrik lagi gencar banget penerbitan memoir itu Eat Pray Love kan termasuk memoir, wong pengarangnya masih idup kan? Justru biografi yang lebih banyak tokohnya udah meninggal |
inkandpaper said
Justru biografi yang lebih banyak tokohnya udah meninggal
Hooooo....gituuuuuuuuuuuuuuuuuu.....
*cateut* Etapi, gw kalo baca memoir/biografi non Indonesia kok gak terlalu sreg yak? |
inkandpaper wrote on Jun 5
darnia said
*cateut* Etapi, gw kalo baca memoir/biografi non Indonesia kok gak terlalu sreg yak?
Gw juga ngga banyak baca memoir barat kok, itu si Eat Pray LOve aja kagak baca
tapi kalo baca yang lucu2, kocak loh, kyk karangan Ellen atau Tina Fey atau Chelsea. Gue emang lebih suka yang lucu2 sih ketimbang yang tragis |
ummuyusuf24 wrote on Jun 5
bapak mertua orang bugis,
#engga ditanya ya :D bakal belajar banyak bahasa saya, karena di mertua banyak suku dan hampir tiap bahasa berbeda2. tante ada yg g bisa bahasa indonesia juga, jadi kalau ngobrol sama saya cuma ketawaaaa mulu pas bapak mertua lewat ikutan ketawa sambil ngasih tau saya, kalau tante g bisa bahasa indonesia _ _# |
ummuyusuf24 wrote on Jun 5
sudah mulai belajar dari suami
bahasa ibu mertua beda lagi krn dari enrekang ntar ke makassar beda lagi sama-sama bhasa indonesia beda logat saya bingung hahahaha beneran roaming deh diriku disana :D |
ummuyusuf24 said
waaaah...iyaaa...
ini pernah kejadian sama anak temen yang notabene orang Klaten, bahasa Indonesianya medhok. Pas di sekolah ngobrol sama temennya yang asli Jakarta, temennya langsung bilang "Kamu ngomong pake basa Indonesia kenapa? Aku nggak ngerti kamu ngomong apa!" padahal anak temen ngomong pake bahasa Indonesia XD |
inkandpaper wrote on Jun 5
maksudnya "memoir" ya?
kl memoir kan emang biografi yang didramatisir kyk cerita fiksi jadinya gw lagi baca Laskar Pelangi, kebetulan ketiban sumbangan buku2 Andrea Hinata dari temen yg cerita kalo pengarang ini beken bgt di Indo (kuper.com) tapi bahasanya terlalu meriah ya, agak cape ngunyahnya jadinya |
inkandpaper said
hahahahhahah....tapi dari tetralogi itu, menurut gw yang paling seru malah buku pertama itu sendiri. Mungkin gw tipikal pembaca yang suka sama memoir yang banyak settingan di Indonesia yang masih jadul gitu. Ngebayangin suasana kampung atau desa yang rukun gitu, mau gak mau jadi pengen ngerasain lagi (dulu di kampung eyang di Magetan sering ngerasa gitu).
|
inkandpaper wrote on Jun 5
darnia said
iyah setting dan deskripsinya bagus kok
tapi ngebayangin anak2 kampung terpencil nyanyi lagu-lagu barat legendaris rasanya agak aneh aja, tapi ya namanya juga memoir yg didramatisir, jd ngga salah kok gue aja orgnya yg terlalu teknis hahaha |
inkandpaper said
hahahhaha mungkin karena dulunya pas kita kecil gak kayak gitu *KITA?? Elu aja kali, Dan! XD*
kalo jaman sekarang, anak kecil nyanyi lagu anak-anak malah jarang :| |
anchaanwar wrote on Jun 5
DANIIIIIIIIIII
PINJAMMMMMMMMMMMMMMM itu bahasa bugisnya gw ngerti dong!!!! Ntar kalo ketemuan gw pinjam yaaaaaaa |
anchaanwar said
PINJAMMMMMMMMMMMMMMM itu bahasa bugisnya gw ngerti dong!!!! Ntar kalo ketemuan gw pinjam yaaaaaaa
siaaaap :>
|
hensamfamily wrote on Jun 5
Tadi barusan mampir di Kharisma harganya 36000, ga jadi beli deh. Nunggu giliran setelah Ancha deh #parah parah parah...#
|
hensamfamily said
ke Gramedia Depok aja, Bi...
15rebu doang :D |
malambulanbiru wrote on Jun 5
Aku njiliih.. Ngko ta' ijoli karo sik kumpcer Nobel.. *gondhol gawa mlayu bukue perpus*
|
tiarrahman wrote on Jun 5
"Semisal Laskar Pelangi karya Andrea Hirata"
laskar pelangi -> fiksi. Banyak yang tak masuk akal. |
tiarrahman said
laskar pelangi -> fiksi. Banyak yang tak masuk akal.
Laskar Pelanginya doang, Paman :D
lanjutannya udah enggak :> |
tiarrahman wrote on Jun 5
"kisah Kenangan karya NH. Dini yang berbuku-buku itu"
contoh yang ini baru benar. |
tiarrahman wrote on Jun 5
"Saya ingin melestarikan budaya bangsa supaya tidak punah! Hari ini, orang yang mampu berbahasa Bugis tak sampai dari 10 juta orang. Padahal, di seluruh dunia diperkirakan orang Bugis mencapai 30 juta"
si ibu dapat hasil survey dari siapa ya :D |
hanifahnunk wrote on Jun 7
hihihi mba dani,
ntar kapan2 aku nitip dikau yach *o* keknya di depok murmer gt buku2 huaaaaa *sesengukan nyari buku murmer* NH Dini?? *ngikik* eaaaaaa dulu jaman SMP bukunya yg Pada Sebuah Kapal ditarik dari peredaran di sekolah gara2 aku tekuk2 dipinggirannya, trus muter dibaca (cuma yg ada tanda dilipat) anak2 1 sekolah :)))) |
hanifahnunk wrote on Jun 7
darnia said
seandainya karya Ayu Utami masuk perpus sekolah... *trus nerawang* :D
eh yg 'namaku hiroko" juga ada yg semi2nya ya? belom pernah baca...
salah siapa yaaaa.... itu buku dicuplik mulu di buku paket bahasa indonesia... aku kan jadi penasaran, ngubrek perpus...eh...nemu :))) ayu utami? wah aku belom pernah baca...review plizz |
hanifahnunk wrote on Jun 7
darnia said
yg jadi anaknya gak bisa bantah deh :)))
|
closetonothing wrote on Jun 13
Uhmnnn..berhubung saya tidak suka membaca buku2 yang mengeksploitasi kemalangan hidup oh mama oh papa..maka kemarikan saja itu Calon Arangnya :D
|
closetonothing said
hahhaha siyaaappp...
btw, gw bonusin satu buku lho, kakak... tapi tentang Hastinapura...awas kalo gak suka! *ngancem* XD |
closetonothing wrote on Jun 13
JENIUSSS!!! kemari kamuuuu!!! *gabruk Dani* *gembira sekonyong2 kober*
|