Category: | Books |
Genre: | Literature & Fiction |
Author: | S.M Ardan |
Pernah
mendengar tentang dokumentasi kehidupan? Biasanya dokumentasi kehidupan
dalam bentuk tulisan, diungkapkan dengan gaya featurette. Nah, beda
dengan S.M Ardan, anak Betawi kelahiran Medan, 2 Februari 1923 (wafar
16 Nov 2006) ini, beliau mendokumentasikan kehidupan masyarakat Betawi
era 70-80-an dengan gaya fiksi alias cerpen.
Karya fiksi memang tidak akan lepas dari kenyataan, seperti yang diungkapkan oleh Gabriel-Garcia Marquez. Dan cerpen-cerpen S.M Ardan ini juga menampilkan realita yang dijalani masyarakat Betawi kala itu. Seperti kisah para tukang becak yang kebanyakan diceritakan dalam kumcer ini. Ada Jiman yang pulang membecak dengan hati dongkol karena uang yang didapatkannya sedikit. Suasana hatinya makin enggak karuan, karena saat pulang ke rumah, si Icem, istrinya tidak meninggalkan makanan. [Pulang Pesta]
Ada pula kisah Patmah yang bahagia, karena suaminya, Kosim baru keluar dari penjara. Namun, dalam kegembiraannya masih ada ketakutan dalam hatinya bahwa Kosim akan kembali nyolong lagi [Belum Selesai]. Yang unik, ada pada cerpen Rekaman, ditulis di Kwitang tanggal 17 Agustus 1954. S.M Ardan menggambarkan keadaan masyarakat pada saat pidato Kemerdekaan bung Karno disiarkan di radio. Coba simak paragraf berikut :
"Ketika orang berbondong-bondong menuju tempat perayaan Proklamasi, aku lihat tukang daging sudah mulai menawarkan dagangannya. Bagi murid sekolah dan para pekerja hari ini adalah hari libur. Namun, makan tidak kenal hari libur. Juga tukang soto mi sudah melayani pembelinya di simpang empat. Ibu-ibu di dapur tidak ada hari libur. Untuk bisa makan, sebagian orang memang tidak kenal libur."
Kumcer-kumcer di atas ada dalam 10 cerpen yang ada di bab Terang Bulan Terang di Kali. Selanjutnya, di sub bab kedua, Cerita Keliling Jakarta, S.M Ardan banyak bercerita tentang hubungan antar manusia, masih di lingkup masyarakat Betawi. Cerpen-cerpen di sub-bab kedua ini lebih berintrik. Simak saja kisah Masenun dan Icang (ada di beberapa cerpen). Kedua sejoli ini -- di jaman sekarang -- punya hubungan TTM, Teman Tapi Mesra. Bahkan, digambarkan oleh S.M Ardan, mereka sendiri tidak tahu hubungan mereka itu sebagai apa (enggak sampai kumpul kebo sih)
Kemudian, ada kisah Tinah yang uang gajinya kecopetan. Semua rencananya untuk membeli baju baru untuk kondangan dan nonton di bioskop buyar sudah. Untung ada kakaknya Maman dan sahabatnya, Icang (beda sama Icangnya Masenun) yang berhasil menemukan kembali uang tersebut karena kenal dengan preman Pasar Senen. [Betapa Enak Bisa Ketawa]
Sub bab kedua ini berisi 12 cerpen. Meski kebanyakan menggambarkan kisah-kisah hubungan asmara antar manusia, namun S.M Ardan tidak meninggalkan ke-khas-an penulisannya dengan menggambarkan setting sekitar Kwitang dan Pasar Senen di masa itu.
S.M Ardan sendiri memulai menulis sejak kelas 6 Taman Muda atau setingkat SD. Dan kisah-kisah dalam buku ini, kebanyakan ditulisnya saat beliau "pulang kampung". Kampung di daerah Kwitang, yang dihuninya hingga akhir hayat. Buku ini recommended untuk teman-teman yang tertarik dengan budaya, khususnya budaya Betawi di tahun 70 - 80-an.
Karya fiksi memang tidak akan lepas dari kenyataan, seperti yang diungkapkan oleh Gabriel-Garcia Marquez. Dan cerpen-cerpen S.M Ardan ini juga menampilkan realita yang dijalani masyarakat Betawi kala itu. Seperti kisah para tukang becak yang kebanyakan diceritakan dalam kumcer ini. Ada Jiman yang pulang membecak dengan hati dongkol karena uang yang didapatkannya sedikit. Suasana hatinya makin enggak karuan, karena saat pulang ke rumah, si Icem, istrinya tidak meninggalkan makanan. [Pulang Pesta]
Ada pula kisah Patmah yang bahagia, karena suaminya, Kosim baru keluar dari penjara. Namun, dalam kegembiraannya masih ada ketakutan dalam hatinya bahwa Kosim akan kembali nyolong lagi [Belum Selesai]. Yang unik, ada pada cerpen Rekaman, ditulis di Kwitang tanggal 17 Agustus 1954. S.M Ardan menggambarkan keadaan masyarakat pada saat pidato Kemerdekaan bung Karno disiarkan di radio. Coba simak paragraf berikut :
"Ketika orang berbondong-bondong menuju tempat perayaan Proklamasi, aku lihat tukang daging sudah mulai menawarkan dagangannya. Bagi murid sekolah dan para pekerja hari ini adalah hari libur. Namun, makan tidak kenal hari libur. Juga tukang soto mi sudah melayani pembelinya di simpang empat. Ibu-ibu di dapur tidak ada hari libur. Untuk bisa makan, sebagian orang memang tidak kenal libur."
Kumcer-kumcer di atas ada dalam 10 cerpen yang ada di bab Terang Bulan Terang di Kali. Selanjutnya, di sub bab kedua, Cerita Keliling Jakarta, S.M Ardan banyak bercerita tentang hubungan antar manusia, masih di lingkup masyarakat Betawi. Cerpen-cerpen di sub-bab kedua ini lebih berintrik. Simak saja kisah Masenun dan Icang (ada di beberapa cerpen). Kedua sejoli ini -- di jaman sekarang -- punya hubungan TTM, Teman Tapi Mesra. Bahkan, digambarkan oleh S.M Ardan, mereka sendiri tidak tahu hubungan mereka itu sebagai apa (enggak sampai kumpul kebo sih)
Kemudian, ada kisah Tinah yang uang gajinya kecopetan. Semua rencananya untuk membeli baju baru untuk kondangan dan nonton di bioskop buyar sudah. Untung ada kakaknya Maman dan sahabatnya, Icang (beda sama Icangnya Masenun) yang berhasil menemukan kembali uang tersebut karena kenal dengan preman Pasar Senen. [Betapa Enak Bisa Ketawa]
Sub bab kedua ini berisi 12 cerpen. Meski kebanyakan menggambarkan kisah-kisah hubungan asmara antar manusia, namun S.M Ardan tidak meninggalkan ke-khas-an penulisannya dengan menggambarkan setting sekitar Kwitang dan Pasar Senen di masa itu.
S.M Ardan sendiri memulai menulis sejak kelas 6 Taman Muda atau setingkat SD. Dan kisah-kisah dalam buku ini, kebanyakan ditulisnya saat beliau "pulang kampung". Kampung di daerah Kwitang, yang dihuninya hingga akhir hayat. Buku ini recommended untuk teman-teman yang tertarik dengan budaya, khususnya budaya Betawi di tahun 70 - 80-an.
ayanapunya wrote on Aug 31
kyaaa pengen bacaa..
|
zaffara said
kalo manut bukunya, desain sampulnya oleh Agus Wiyono, Mbak
kalo sketsa isinya oleh Sarnadi Adam :) Buku ini terbitan tahun 2007 sih, Mbak |
Andre we pingin mulih...mambune koyo Klärwerke...payah Berlin we ming 4,8 juta penduduk nduwe 7...edan RI...mesake putu²...
http://www.bwb.de/content/language1/html/981.php |
orangjava said
wah...kao di sini, duid buat beginian masuk kantong pribadi kayaknya :|
|
k4yren4 said
buku jadul yah? harus dengan niat tulus nih bacanya :)
gak jadul-jadul banget kok...
baru 2007... bagus sih, Kay..soalnya seolah ngeliat masyarakat yang masih "lugu", belom terkontaminasi gadget dan informasi dari luar :D |